Cerita Tentang Pergaulan Bebas

Haiii semuanyaaaaa.... Aku punya cerita nih dari salah satu orang yang terkena dampak pergaulan bebas.. cekidot..


Seandainya waktu bisa berulang kembali, aku pasti akan merencanakan semuanya dengan lebih sempurna, lebih beradap, dan lebih manusiawi. Tapi apa dayaku, aku manusia biasa yang bisanya hanya meretas harap dan ampunan-Nya setelah semuanya terlambat ...
setelah satu persatu orang yang kucintai pergi meninggalkan fana ini ... Ya, pergaulan bebas itu telah menjeratku, bahkan kini aku harus hidup dalam separoh memory yang tiba-tiba lenyap begitu saja ..tanpa bekas!

Aku,panggil saja Ariel (nama samaran), bukan lahir dari keluarga broken home. Bahkan bisa dibilang, sejak kecil aku hidup dalam limpahan kasih sayang dan perhatian, meski itu hanya dari seorang nenek. Aku memang hidup terpisah dari orang tua yang tinggal dan mencari nafkah di Jakarta. Namun demikian, aku bisa menerima setiap momen dalam hidupku saat itu, sebagai satu anugerah yang harus kusyukuri. Orangtuakupun mempercayakan pendidikanku  pada nenek bukan karena mereka tak sayang padaku.

Sebaliknya, itu kusikapi sebagai satu bentuk kasihsayang lain karena mereka mencari nafkah agar bisa memberikan segala sesuatu, yang terbaik bagiku.
Aku merasa baik-baik saja dengan model pendidikan yang sangat disiplin dari nenekku waktu itu. Selain mengaji, nenek mengajariku hingga hal-hal terkecil seperti mencuci, menyetrika, mengambil air, bahkan memasak ..semua harus bisa kulakukan sendiri. Aku selalu bisa menerima pelajaran berharga dalam hidup itu dengan ikhlas dan senang hati. Karena sesungguhnya aku sangat hormat dan sayang pada nenek ..

Namun, mulai menginjak bangku SMA, aku mulai merasa terganggu dengan rutinitas dan lingkungan yang monoton itu. Berawal dari suka kongkow dengan orang-orang di luar lingkungan rumah, aku mulai kenal rokok dan minuman keras. Aku juga mulai suka begadang, menghabiskan malam-malam dengan teman-teman. Tak lupa, rokok dan minuman keras selalu menjadi bagian yang tak bisa dipisahkan dari pesta-pesta kami. Entahlah, apa yang ada di benakku saat itu .. apa itu yang sering disebutkan orang sebagai pencarian jati diri?

Ulahku semakin menjadi ketika lulus SMA. Masih kuingat betul, saat itu aku ingin sekali merantau dan bekerja ke luar Jawa, ke Kalimantan. Pasalnya, kulihat beberapa temanku yang bekerja di Kalimantan menuai sukses, pulang ke Jawa dengan uang banyak.

Aku ingin seperti mereka, ingin hidup enak .. dan yang jelas, yang saat itu kufikirkan adalah bebas dari orangtua, terutama nenek yang selalu mencekokiku dengan peraturan-peraturan super ketatnya .. Astaghfirullah!

Aku tetap ngotot dengan keinginanku, sehingga membuat nenek marah luarbiasa .. dia pun pergi meninggalkan rumah. Dia bilang tidak akan pulang sebelum aku minta maaf dan menjemputnya pulang. Tapi mana peduliku? Jangankan menjemputnya pulang dan meminta maaf ... menyesal pun tidak .. Duh!

Akhirnya, cerita tentang ulahku yang mulai tak terkendali dan keinginanku yang tinggi untuk ke kalimantan, sampai juga di telinga ayah ibuku. Akibatnya, aku dipanggil ke Jakarta. Satu keputusan telak yang harus kuhadapi saat itu adalah TIDAK BOLEH KE KALIMANTAN.Sedih, kecewa dengan vonis itu, aku pun balik memberi syarat ke mereka bahwa aku tidak akan nekad ke Kalimantan asalkan tidak disuruh kuliah, apalagi kerja. Aku sudah muak dengan pelajaran .. aku juga merasa belum siap untuk bekerja!

Orangtuaku akhirnya menyerah, tidak memaksaku untuk kuliah .. yang penting tidak ke Kalimantan. Merasa 'merdeka' dan menang atas keinginanku, aku pun merayakannya dengan teman-teman lama. Teman-teman satu kompleks yang
kerap bertemu aku bila bertandang ke Jakarta. Dari satu komplek, pergaulanku pun semakin meluas dan terus meluas. Beragam godaan pun mulai mempengaruhi jiwaku .. terus mencerca, menghantui dan membuntuti hari-hari dan langkahku yang semakin goyah.

Bukan hanya minuman keras, aku pun mulai mengenal barang haram, narkoba dengan berbagai ragamnya .. diskotik, klub-klub, bahkan akupun mulai menikmati kehidupan liar dengan para wanita binal. Tak sampai di situ, aku juga semakin mengeksiskan diri, bergaul dengan geng dan preman ibu kota yang sehari-hari pekerjaannya mencuri dan nyopet di kendaraan-kendaraan umum. Hanya saja, khusus untuk kegiatan yang satu ini (nyuri dan nyopet) aku tak
mau terlibat. Meski bejat, aku masih sempat berfikir, mencuri dan menyopet bukanlah pekerjaan yang gentle. Mendingan nodong atau berkelahi dengan sesama preman! Apalagi gengku termasuk yang paling ditakuti di ibu kota.

Pendeknya, aku benar-benar telah memiliki duniaku! Aku merasa bahwa hidup itu memang indah, enak, dan harus dinikmati tanpa harus memikirkan urusan tetek bengek akhirat atau pekerjaan. Bahkan aku tak peduli lagi dengan kematian yang bisa saja menjemput setiap waktu .. seperti saat beberapa kali aku teler, mabok di tengah rel dan hampir mati karena tertabrak kereta api. Itupun tak cukup untuk membuatku tobat dan jera. Orangtuaku pun mulai kalang kabut tak karuan. Namun, apapun yang mereka nasihatkan waktu itu hanya masuk kuping kanan dan keluar telinga kiri.

Begitulah hidupku. Selama dua tahun aku melanglang buana dunia kelam dan  maksiat, hingga akhirnya .. aku tiba-tiba merasa sangat bosan, jenuh dengan sendirinya. Serta merta juga aku bilang ke orangtua minta kuliah. Meski terkesan aneh, tapi aku tahu orangtuaku sangat lega dan senang dengan keinginanku itu. Jadilah aku dikuliahkan di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta. Tapi karena kondisiku yang masih labil, aku justru memilih jurusan yang tidak aku kehendaki, yakni Agronomi. Padahal aku sangat ingin menjadi arsitek (teknik sipil). Bagaimana bisa? Ya .. aku masih saja menuruti hawa nafsuku, pilih jurusan
agronomi karena aku suka dan ngebet dengan seorang mahasiswi jurusan tersebut.

Benar-benar sadarkah aku? Ternyata tidak. Justru kuliah membuat seleraku sedikit 'meningkat', aku jadi penggemar ganja. Aku juga masih belum bisa meninggalkan mabuk-mabukan dan main perempuan. Tapi untunglah, aku masih bisa bersikap sempurna di depan teman-teman kuliah, sehingga sisi kelamku sama sekali tidak mereka sadari. Bahkan karena aku dianggap paling tua (telat kuliah 2 tahun), aku pun diangkat sebagai Ketua kelas. Kepercayaan itu menambah semangatku untuk lebih baik lagi berprestasi. Hasilnya tak sia-sia, aku masuk ranking 5 besar .. meski aku selalu hanya menyisakan waktu semalam untuk belajar saat ujian.

Alhasil, karena kepintaranku bergaul dan prestasi, akupun jadi mahasiswa yang lumayan populer di kampus. Hampir semua dosen mengenalku. Terlebih setelah aku berhasil menorehkan indeks prestasi 3,01 dengan masa kuliah tepat empat tahun pada saat kelulusan tahun 1997.Semua menyanjungku, tapi ternyata itu tak cukup bagiku .. begitu menyandang gelar sarjana, bukannya sembuh, justru aku kembali lagi pada lingkunganku yang dulu, dunia malam dan foya-foya. Hanya bedanya, kali ini uang yang kugunakan untuk berfoya-foya berasal dari usaha dan bisnis yang kurintis sendiri dengan bantuan modal orangtua. Wajar bila akhirnya usaha yang kurintis itu pun amburadul, tidak untung, hanya sekedar balik modal dan tutup dengan sendirinya.

Gagal dengan usaha sendiri, akupun mulai melamar pekerjaan dan diterima di sebuah hotel. Namun, aku rupanya benar-benar bosan dengan lingkungan hotel karena kebiasaanku yang sering membawa perempuan gonta-ganti ke sana. Akupun keluar, dan diterima sebagai tenaga marketing di sebuah perusahaan besar dan terkenal. Di tempat baru itu, karirku terus menanjak bahkan hingga
menginjak tahun ketiga aku sudah berada beberapa step di posisi atas. Lengkaplah sudah, bujangan, karir cemerlang, dan banyak uang, cukup untuk berfoya-foya, melakukan apa yang aku suka dengan teman-teman lama. Obat-obatan terlarang dan main perempuan, itu pasti. (Heran, aku sendiri tidak bisa dan tidak berusaha untuk menjauhkan diri dari mereka).

Puncaknya adalah ketika aku kedapatan OD (over dosis) dan hampir saja mati. Namun ternyata itu bukan akhir dari segalanya, aku tak jera juga, setelah OD pertama, aku kembali OD untuk kedua kalinya, dan ketiga kalinya aku benar-benar hampir mati.

Bahkan yang ketiga kali itu aku sempat diopname di RS sampai lima hari .. dalam kondisi sekarat dan koma. Berbarengan dengan itu, ternyata ibuku juga terkena serangan stroke. Mungkin karena terlalu banyak memikirkan kelakuanku ...

Begitu aku bisa membuka mata dan mendengar keadaan stroke ibu yang ternyata cukup parah, hatiku terasa hancur dan teriris. Namun aku tak bisa berbuat apa-apa. Yang bisa aku lakukan setelah keluar dari rumah sakit adalah mencoba bertanggungjawab, menjaga dan menanggung semua biaya perawatan ibu. Hampir sebulan ibu dirawat, tidak ada perubahan yang berarti. Selama sebulan itu juga aku menjaga ibu, bergantian dengan adikku. Praktis keadaan itu dengan sendirinya berhasil menjauhkan aku dari pergaulan bebas dengan teman-temanku. Bahkan rasa sesal diam-diam mulai menghinggapi benakku ... aku yang membuat ibu begini .. karena itu aku bersumpah akan membahagiakan dia, meski mungkin sudah terlambat. Untuk pertama kalinya juga aku berdoa kepada Tuhan agar memberikan waktu untukku dan ibuku ..Tuhan berikan aku waktu membahagiakan ibu ..

Aku pun bertekad mengakhiri semua sisi kelamku .. dengan menikah, seperti yang diinginkan ibu. Apalagi saat itu usiaku sudah memasuki kepala 3. Tapi aku gamang, karena pada saat bersamaan aku tengah menjalin hubungan dengan tiga wanita sekaligus ..bingung menentukan pilihan, akhirnya aku jatuhkan pilihanku pada seorang diantaranya yang kuanggap paling lugu dan tidak terkontaminasi pergaulan ala anak Jakarta. Dia juga yang paling tidak tahu sama sekali tentang sisi gelapku. Tapi sayang .. semua terlambat .. ibu menghembuskan nafas terakhirnya di saat impiannya untuk melihat aku berubah hampir saja terwujud. Ya Tuhan .. maafkan aku, rasanya aku tak bisa memaafkan diriku sendiri. Ibu ... maafkan aku .. 

Kini aku hanya bisa menyesal .. Inilah pelajaran paling berharga sepanjang hidupku. Dan telah kukubur rapat-rapat semuanya bersama keinginan untuk menata hidup yang lebih beradap dengan keluargaku yang sangat aku cintai. Aku bersyukur Tuhan masih mengulurkan kasih-Nya padaku, memberikan kehidupan yang sempurna, moril dan materiil ..meski dosa yang teramat besar pernah
menodai perjalanan hidupku ..Terima kasih Tuhan. Ibu, kakek, nenek .. sekali lagi maafkan aku. Kasih Allah senantiasa akan menempatkan kalian di sisi-Nya ... Amien.

*Kutuliskan kisahku ini agar bisa menjadi pelajaran bagi semua .. agar penyesalan itu tak akan pernah ada. Jangan pernah kau sia2kan kedua orang tuamu,selagi masih hidup..bahagiakanlah mereka. Jangan pernah juga mencoba Narkoba karena bisa berakibat fatal.. Tanamkan ilmu agama dan disiplin yang kuat sejak dini karena akan selalu diingat mereka kalau sudah dewasa.. dan jangan pernah mengasari orang yang belum sembuh dari narkoba, dekatilah mereka dengan halus..."


So.. what do you think??? semoga semua teman teman bisa mendapatkan hikmah dari cerita ini :)

2 komentar:

  1. menurut kami XI Bahasa sma8 malang , dalam pergaulan kita harus berhati-hati jangan sembarangan bergaul dengan teman , menejemen waktu dan memiliki kendali diri agar tidak terjerumus ke dalam hal tersebut/pergaulan yang salah karena apabila kita masuk ke dalam pergaulan yang salah kita menjadi jauh dari Tuhan.

    BalasHapus
  2. Betul sekali ituu :D
    Makasih buat commentnya :)

    BalasHapus